Minggu, 28 Juli 2013

Penjelasan skala likert

Banyak orang yang bingung jika menggunakan Skala Likert [baca biasa likert, walau ada yang baca laikert--kata Wikipedia], dan bahkan salah larap. Skala Likert digunakan untuk membuat angket, tapi kadang-kadang salah isi yang disasar untuk dihimpun dengan Skala Likert tersebut. Likert itu nama orang, lengkapnya Rensis Likert, pendidik dan ahli psikologi Amerika Serikat. Jadi, skala ini digagas oleh Rensis Likert, sehingga disebut Skala Likert.
Kalau begitu mari kita mulai dengan memperjelas apa dan untuk apa Skala Likert itu.
Pengertian dan Kegunaan Skala Likert
Skala itu sendiri salah satu artinya, sekedar memudahkan, adalah ukuran-ukuran berjenjang. Skala penilaian, misalnya, merupakan skala untuk menilai sesuatu yang pilihannya berjenjang, misalnya 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10.  Skala Likert juga merupakan alat untuk mengukur (mengumpulkan data dengan cara “mengukur-menimbang”) yang “itemnya” (butir-butir pertanyaannya) berisikan (memuat) pilihan yang berjenjang.
Untuk apa sebenarnya Skala Likert itu? Skala Likert itu “aslinya” untuk mengukur kesetujuan dan ketidaksetujuan seseorang terhadap sesuatu objek, yang jenjangnya bisa tersusun atas:
sangat setuju
setuju
netral antara setuju dan tidak
kurang setuju
sama sekali tidak setuju.
Pernyataan yang diajukan mengenai objek penskalaan harus mengandung isi yang akan “dinilai” responden, apakah setuju atau tidak setuju. Contoh di bawah ini pernyataannya berbunyi “Doktrin Bush merupakan kebijakan luar negeri yang efektif.” Objek khasnya adalah efektivitas (kefektivan) kebijakan.  Responden diminta memilih satu dari lima pilihan jawaban yang dituliskan dalam angka 1-5, masing-masing  menunjukkan sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), netral atau tidak berpendapat (3),  setuju (4), sangat setuju (5).
The Bush Doctrine is an effective foreign policy [Doktrin Bush merupakan kebijakan luar negeri yang efektif].
Strongly Disagree—1—2—3—4—5—Strongly Agree
[Sangat tidak setuju --1--2--3--4--5--Sangat setuju]

Based on the item, the respondent will choose a number from 1 to 5 using the criteria below [Dengan memperhatikan butir pernyataan, responden (orang yang ditanyai) harus memilih angka 1 sampai dengan 5 dengan berdasarkan patokan berikut]:
1 – strongly agree [sangat setuju]
2 – somewhat agree [agak setuju]
3 – neutral/no opinion [netral/tak berpendapat]
4 – somewhat disagree [agak tidak setuju]
5 – strongly disagree [sangat tidak setuju]
Apa artinya? Artinya setujukah responden bahwa kebijakan luar negeri Bush itu sebagai kebijakan yang efektif (memecahkan masalah luar negeri AS)? Jadi, responden tinggal milih: setuju atau tidak setuju, atau tak memilih keduanya (netral saja, tidak berpendapat).

Salah Tafsir: Asal ada Setuju–Tidak Setuju
Tidak sedikit mahasiswa dan peneliti lain yang hanya melihat Skala Likert itu sebagai angket pilihan setuju–tidak setuju. Jadi, jika pilihan jawabannya setuju-tidak setuju, maka itu namanya Skala Likert. Lalu, segala macam pernyataan dimintakan kepada responden untuk memilih menjawab setuju atau tidak setuju. Ini contohnya:
Salat itu penting, karena salat itu merupakan tiang agama.
1. Sangat setuju (SS)

2. Setuju (S)

3. Setuju tidak, tidak setuju pun tidak, alias netral (N)

4. Tidak setuju (TS)

5. Sangat tidak setuju (STS)

Jelas isi pernyataan itu bukan sesuatu yang harus disetujui atau tidak disetujui. Itu pengetahuan, pengetahuan agama, yang  diajarkan oleh para ustad dan kiyai. Jadinya itu soal “murid” tahu atau tidak tahu bahwa salat itu penting, dan pentingnya itu karena (dengan alasan) merupakan tiang agama (“ash-shalatu imaaduddin“), bukan harus setuju atau tidak setuju.
Kedua, itu tidak bisa dijenjangkan kesetujuan-ketidaksetujuannya, karena tidak logis. Kalau misalnya “setuju” salat itu penting, apa bedanya dengan “sangat setuju.” Jika jawabannya diubah jadi “setuju–agak setuju,” makna dari agak setuju itu apa, tak jelas. Tentu tidak bisa ditafsirkan bahwa  jika agak setuju berarti menunjukkan menurut responden salat itu agak penting, dan jika setuju sekali berarti salat itu sangat amat penting, dan sebaliknya.
Ketiga, ada dua isi yang harus disetujui atau tidak disetujui di dalam satu pernyataan itu, yaitu: (1) salat itu penting, dan (2) salat itu tiang agama. Ini tidak boleh terjadi dalam penyusunan angket, sebab akan membingungkan. Salat mungkin bisa dianggap penting (setuju bahwa penting), tapi alasannya sebagai tiang agama tidak setuju,  setujunya karena ia rukun Islam kedua. Jadi, jawabannya apa? Setuju, atau tidak setuju, atau netral saja?
Sebentar, biar jelas. Responden setuju bahwa solat itu penting, tapi tidak setuju kalau sebabnya karena ia tiang agama. Lantas yang harus dipilih setuju atau tidak setuju (karena ia punya dua pilihan: setuju penting, tapi  tidak setuju sebagai tiang agama).
Lain halnya dengan masalah “hukum potong tangan bagi pencuri,” misalnya (sekedar misal, lho), kan ada orang setuju, ada yang tidak setuju. Jadi, pernyataannya bisa dirumuskan, misalnya, “Orang yang mencuri harus dihukum potong tangan.” Jawabannya (SS – S – N – TS -STS). Pernyataan “pencuri harus dipotong tangan” itu isinya hanya satu, tidak dua: (1) pencuri dan (2) potong tangan. Beda kan dengan contoh di atas (1) solat itu penting, dan (2) solat itu tiang agama–digabung menjadi: Solat itu penting karena solat itu tiang agama.
Nah, karena berkaitan dengan setuju (S) dan tidak setuju (TS), maka bisa jadi ada orang yang netral (N) atau tidak berpendapat. Netral artinya setuju ya tidak, tidak setuju pun tidak juga. Tidak memihak pada kesetujuan ataupun ketidaksetujuan. Ekstrimnya, tidak berpendapat.
Jadi, bisa ada yang agak setuju, tapi tidak setuju banget, ada juga yang agak setuju, tapi tidak setuju banget. Ya cuma seperti itu gambarannya.
Contoh: Anggota DPR disuruh memilih apakah setuju Gubernur DIY itu dipilih. Pilihan jawabannya ekstrim: setuju atau tidak setuju. Jadi, hanya ada tiga pilihan: S – N – TS. Jika S berarti setuju Gubernur DIY dipilih. Jika TS artinya tidak setuju melalui pemilihan. Yang tidak “berani” menyatakan setuju atau tidak setuju, ya pilih N (netral). Jika ada 30% yang menyatakan S, 60% menyatakan TS, dan 10% N, maka hasilnya berupa pernyataan bahwa sebagian besar anggota DPR tidak setuju Gubernur DIY dipilih. Hanya seperti itu. Jangan dicari reratanya, lucu!
Karena berkaitan dengan kesetujuan-ketidaksetujuan, maka yang dipertanyakan haruslah yang “populer,” yang sudah terkonsumsi masyarakat, yang masyarakat (responden) tahu. Kalau tidak tahu bagaimana ia akan menyatakan setuju dan tidak setuju.
Ini contoh (sekedar contoh).
Pemerintahan SBY tidak mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Semua orang Indonesia “terlibat” dalam pemerintahan SBY, terkena pemerintahan SBY, dan tahu (merasakan) seperti apa berada di bawah pemerintahan SBY. Jadi, pasti bisa menjawab.
Pernyataan ” SBY patut mendapatkan Hadiah Nobel” pun bisa untuk dimintakan persetujuan dan “pertidaksetujuan” responden, tetapi respondennya tertentu, yang paham seluk beluk pemberian hadiah Nobel. Mbah Marijan (alm) dan embah-embah lain setara Mbah Marijan mungkin tak tahu.
Coba tanyakan pada orang kebanyakan Indonesia: Setuju atau tidak jika demokrasi Indonesia diubah menjadi demokrasi-teokratis? Mbah Maridjan (kalau masih hidup) lebih baik semedi daripada menjawab.
Nah, itulah sebabnya Skala Likert suka disebut (dan memang tergolong) skala sikap, skala tentang sikap, yaitu sikap setuju dan tidak setuju terhadap sesuatu (yang bisa disetujui dan tidak disetujui).
Skala Likert ada kalanya “menghilangkan” tengah-tengah kutub setuju dan tidak setuju. Responden dipaksa untuk “masuk” ke “blok” setuju atau tidak setuju.  Ini contohnya.
Mahasiswa boleh tidak ikut kuliah, asal sungguh-sungguh belajar mandiri.
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Tidak setuju
4. Sangat tidak setuju
Pertanyaan dibuat demikian agar orang berpendapat, tidak bersikap netral atau tidak berpendapat.
“Skala” dalam Skala Likert
Berapa jenjang skala dibuat dalam Skal Likert? Itu amat tergantung pada “kata-kata” yang digunakan di dalam butir (item) Skala Likert. Kalau digunakan model verbal (kata-kata) setuju–tidak setuju, maka paling tidak ada tiga, yaitu setuju–netral–tidak setuju. Perubahan lebih banyak tentu akan mengikuti kutubnya (kutub setuju dan kutub tidak setuju). Jadi, jika ditambah, akan menjadi, misalnya: sangat setuju–setuju–netral–tidak setuju–sangat tidak setuju (ada 5 skala). Tentu bisa jadi tujuh jika ditambahi lagi dengan sangat setuju sekali dan sama sekali tidak setuju. Atau tambahannya berupa “agak setuju” (sebelum setuju) dan “agak tidak setuju” (sebelum tidak setuju). Jika digabungkan, maka jadi sembilan skala (jenjang).
1. Sangat setuju sekali
2. Sangat setuju
3. Setuju
4. Agak setuju
5. Netral
6. Agak tidak setuju
7. Tidak setuju
8. Sangat tidak setuju
9. Sama sekali tidak setuju
Bentuk Skala Likert
Skala Likert yang dikenal sebetulnya tidak disusun seperti angket yang pilihannya ke bawah seperti beberapa contoh di atas, melainkan seperti ini.
LIKERT SCALES
Please circle the number that represents how you feel about the computer software you have been using [Lingkarilah angka yang mencerminkan penilaian Anda mengenai piranti lunak komputer yang telah Anda pergunakan]
I am satisfied with it (memuaskan)Strongly disagree —1—2—3—4—5—6—7—Strongly agree (Sangat tidak setuju)                                                    (Sangat setuju)
It is simple to use (mudah digunakan)Strongly disagree —1—2—3—4—5—6—7—Strongly agree
It does everything I would expect to do (bisa untuk apa saja) Strongly disagree —1—2—3—4—5—6—7—Strongly agree
I don’t notice any inconsistencies as I use it (tidak bikin kisruh) Strongly disagree —1—2—3—4—5—6—7—Strongly agree
It is very user friendly (dapat membantu siapa saja) Strongly disagree —1—2—3—4—5—6—7—Strongly agree
Responden ditanya tentang kepuasan mereka terhadap produk komputer. Responden diminta melingkari angka-angka yang berderet yang menunjukkan “sangat setuju” (angka 7) atau “sangat tidak setuju” (angka 1) dengan pernyataan yang tertera sebelumnya .  Di antara kutub-kutub itu ada angka pilihan.  Masing-masing menunjukkan derajat kestidaksetujuan atau kesetujuan. Semakin dekat ke angka 1 semakin dekat dengan tidak setuju, dan sebaliknya. Ingat angka itu bukan skor!
Item (Butir Pertanyaan/Pernyataan) Serupa dan Tak serupa Skala Likert
Ada “angket” yang semodel dengan Skala Likert, seperti di bawah ini.
Seberapa sering Anda meminjam buku dari perpustakaan?
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Sangat sering
Pertanyaan angket ini pun berjenjang, mirip dengan Skala Likert. Tentu itu bukan skala sikap. Itu angket biasa, angket deskriptif yang isinya punya jenjang ( intensitas meminjam buku dari perpustakaan). Perhatikan jenjangnya. Ada tengah-tengahnya seperti netral dalam skala sikap. Oleh sebab itulah angket (butir angket) seperti itu suka disebut juga sebagai “mirip Skala Likert.”
Pertanyaan angket berikut, kendati ada jenjang, bukan Skala Likert dan bukan mirip Skala Likert. Kuncinya terletak pada titik tengah pilihan jawaban ( di sisi yang satu positif, di sisi yang lain negatif; di sisi yang satu tinggi di sisi yang lain rendah). Item tentang usia berikut tidak bersifat seperti itu, hanya perjenjangan biasa, tidak ada kutub ekstrim dan tengah-tengahnya.
Usia Bapak/Ibu saat ini:
a. di atas 80 tahun
b. 61 – 70 tahun
c. 51 – 60 tahun
d. 41 – 50 tahun
e. 31 – 40 tahun
Menganalisis data Skala Likert
1. Analisis Frekuensi (Proporsi)
Nah, yang sering dilakukan kesalahan adalah pada saat menganalisis data dari Skala Likert. Ingat, Skala Likert berkait dengan setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu. Jadi, ada dua kemungkinan. Pertama, datanya data ordinal (berjenjang tanpa skor). Angka-angka hanya urutan saja. Jadi, analisisnya hanya berupa frekuensi (banyaknya) atau proporsinya (persentase). Contoh (pilihan “netral” dalam angket ditiadakan) dengan responden 100 orang:
Yang sangat setuju 30 orang (30%)
Yang setuju 50 orang (50%)
Yang tidak setuju 15 orang (15%)
Yang sangat tidak setuju 5 orang (5%).
Jika digabungkan menurut kutubnya, maka yang setuju (gabungan sangat setuju dan setuju) ada 80 orang (80%), dan yang tidak setuju (gabungan sangat tidak setuju dan tidak setuju) ada 20 orang (20%).
2. Analisis Terbanyak (Mode)
Analisis lain adalah dengan menggunakan “mode,” yaitu yang terbanyak. Dengan contoh data di atas, maka jadinya “Yang terbanyak (50%) menyatakan setuju” (Dari data yang sangat setuju 15%, setuju 50%, netral 20%, tidak setuju 10%, sangat tidak setuju 5%).
Skala Likert Sebagai Skala Penilaian
Skala Likert kerap digunakan sebagai skala penilaian karena memberi nilai terhadap sesuatu. Contohnya skala Likert mengenai produk komputer di atas, komputer yang baik atau tidak. Terhadapnya bisa diberlakukan angka skor. Jadi, yang dianalisis skornya. Dalam contoh di atas angka 7 sebagai skor tertinggi. Datanya bukan ordinal, melainkan interval.
Ingat! Pilihan ordinal setuju–agak setuju–netral–kurang setuju–tidak setuju tak bisa diskor. Misalnya setuju diberi skor 5, agak setuju 4, netral 3, kurang setuju 2, dan tidak setuju 1.
Kenapa?
Pertama, tidak logis, yang netral lebih tinggi skornya dari yang tidak setuju. Padahal yang netral itu sebenarnya tidak berpendapat. Kedua, coba jika ada dua orang yang ditanya, yang satu menjawab setuju (skor 5), yang satu lagi menjawab tidak setuju (skor 1).  Berapa reratanya? [5 + 1] : 2 = 3. Skor 3 itu sama dengan netral. Lucu, kan?! Simpulannya kedua orang responden bersikap netral. Padahal realitanya yang satu setuju, yang satu tidak. Nah, ini bisa terjadi juga dengan yang sangat setuju (skor 5) 20 orang, setuju (skor 4) 25 orang, netral (skor 3) 10 orang, tidak setuju (skor 2) 25 orang, dan sangat tidak setuju (skor 1) 20 orang. Berapa rerata skornya? Pasti 3 (netral). Jadi, semua orang (diwakili 100 orang sampel) bersikap netral. Lucu, kan?!!! Padahal yang netral hanya 10 orang (10%)!!!
Skala Penilaian
Di atas dicontohkan Skala Likert untuk penilaian (menilai produk komputer). Sebenarnya tidak perlu menggunakan Skala Likert, cukup skala penilaian (rating scale). Responden diminta menilai produk itu dengan membubuhkan nilai (skor) jika ada kolom kosong untuk menilai, atau memilih skor tertentu yang sudah disediakan. Jadinya skornya bisa bergerak dari 0 sampai dengan  10 sebagai skor tertinggi.
Contohnya mengenai kepuasan konsumen terhadap layanan perpustakaan di bawah ini. Responden cukup diminta melingkari angka skor sesuai dengan penilaiannya.
1. Kemudahan menemukan koleksi       1  2  3  4  5  6  7  8  9  10
2. Kenyamanan ruangan                             1  2  3  4  5  6  7  8  9  10
3. Layanan petugas                                        1  2  3  4  5  6  7  8  9  10
Analisisnya bisa menggunakan dua macam, proporsi (persentase) dan mode (terbanyak menilai berapa), dan rerata atau means (rerata skornya berapa), dan termasuk pengkateorian puas atau tidak puas.
Jelasnya:
Pertama, dihitung banyaknya responden yang memberi nilai pada skor tertentu secara keseluruhan (seluruh butir pernyataan). Lihat yang terbanyak (mode) dari responden memilih pada skor berapa.
Kedua, hitung skor dari keseluruhan butir (responden yang menjawab dikalikan skor), lalu disusun reratanya. Rerata skor itu (bilangannya tentu akan 0 – 10) termasuk kategori tinggi atau rendah. Sebelumnya tentu sudah disusun kategorisasinya. Jadi,  jika rerata skornya misalnya 7,76, angka 7,76 itu termasuk kategori rendah, sedang, ataukah tinggi? Ingat, skor terendah berapa, dan skor tertinggi berapa! Jadi, 7,76 dari rentangan skor 1 – 10 tentu termasuk tinggi (tapi tidak sangat tinggi, kan?!)
Contoh Lain Skala Likert
Ini contoh Skala Likert yang menggali taraf kepercayaan diri (rasa harga diri) karyawan.
Skala “Self-Esteem” Karyawan
Here’s an example of a ten-item Likert Scale that attempts to estimate the level of self esteem a person has on the job. Notice that this instrument has no center or neutral point — the respondent has to declare whether he/she is in agreement or disagreement with the item [Ini contoh Skala Likert yang terdiri atas 10 butir pernyataan yang berusaha mengukur taraf harga-diri seseorang dari pekerjaannya. Perhatikan bahwa instrumen ini dhilangkan titik tengah atau netralnya, sehingga responden mau tidak mau harus memberikan pernyataan tegas apakah ia setuju atau tidak setuju dengan isi butir pernyataan].
INSTRUCTIONS: Please rate how strongly you agree or disagree with each of the following statements by placing a check mark in the appropriate box [Petunjuk: Berikan penilaian seberapa setuju atau tidak setuju Anda dengan isi pernyataan berikut dengan cara membubuhkan tanda centang pada kotak kolom yang sesuai].
1. I feel good about my work on the job. (Saya merasa pekerjaan saya dalam menjalankan tugas baik) Strongly disagreee (Sama sekalI tidak setuju) Somewhat disagree (agak tidak setuju) Somewhat agree (agak setuju) Strongly agree (Sangat setuju)
2.  On the whole, I get along well with others at work. (Secara umum, dengan teman-teman sepekerjaan saya merasa baik-baik saja) Strongly disagreee (Sama sekali tidak setuju Somewhat disagree (agak tidak setuju) Somewhat agree (agak setuju) Strongly agree (Sangat setuju)
3. I am proud of my ability to cope with difficulties at work (Saya merasa bangga dengan kemampuan saya mengatasi berabgai masalah pekerjaan saya). Strongly disagreee (Sama sekali tidak setuju Somewhat disagree (agak tidak setuju) Somewhat agree (agak setuju) Strongly agree (Sangat setuju)
4. When I feel uncomfortable at work, I know how to handle it (Jika saya merasa tidak nyaman kerja, saya tahu bagaimana mengatasinya). Strongly disagreee (Sama sekali tidak setuju Somewhat disagree (agak tidak setuju) Somewhat agree (agak setuju) Strongly agree (Sangat setuju)
5. I can tell that other people at work are glad to have me there (Saya bisa tegaskan bahwa teman kerja saya merasa senang mereka  bekerja dengan saya). Strongly disagreee (Sama sekali tidak setuju Somewhat disagree (agak tidak setuju) Somewhat agree (agak setuju) Strongly agree (Sangat setuju)
6. I know I’ll be able to cope with work for as long as I want (Saya tahu saya bisa selesaikan tugas pekerjaan saya asal saya mau) . Strongly disagreee (Sama sekali tidak setuju Somewhat disagree (agak tidak setuju) Somewhat agree (agak setuju) Strongly agree (Sangat setuju)
7. I am proud of my relationship with my supervisor at work (Saya merasa bangga tentang hubungan saya dengan atasan saya di tempat kerja). Strongly disagreee (Sama sekali tidak setuju Somewhat disagree (agak tidak setuju) Somewhat agree (agak setuju) Strongly agree (Sangat setuju)
8. I am confident that I can handle my job without constant assistance (Saya yakin saya bias selesaikan tugas pekerjaan saya tanpa selalu mendapat bantuan). Strongly disagreee (Sama sekali tidak setuju Somewhat disagree (agak tidak setuju) Somewhat agree (agak setuju) Strongly agree (Sangat setuju)
9. I feel like I make a useful contribution at work (Saya merasa saya punya andil baik terehadap tempat kerja saya). Strongly disagreee (Sama sekali tidak setuju Somewhat disagree (agak tidak setuju) Somewhat agree (agak setuju) Strongly agree (Sangat setuju)
10. I can tell that my coworkers respect me (Saya bisa tegaskan bahwa rekan kerja saya menghargai saya). Strongly disagreee (Sama sekali tidak setuju Somewhat disagree (agak tidak setuju) Somewhat agree (agak setuju) Strongly agree (Sangat setuju)
Sumber:
Hall, Shane. 2010. “How to Use the Likert Scale in Statistical Analysis.” Online, diunduh 31 Oktober, 2010.
Markusic, Mayflor. 2009. “Simplifying the Likert Scale.” Online, diunduh 31 Oktober 2010.
Trochim, William M.K. 2006. “Likert Scaling.” Research Methods Knowledge Based. Diunduh 31 Oktober 2010
Wikipedia. 2010. “Likert Scale.” Online, diunduh 31 Oktober 2010.

Sistem perbankan elektronik



Dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, telah menciptakan jenis-jenis dan peluang-peluang bisnis yang baru di mana transaksi-transaksi bisnis makin banyak dilakukan secara elektronika. Sehubungan dengan perkembangan teknologi informasi tersebut memungkinkan setiap orang dengan mudah melakukan perbuatan hukum seperti misalnya melakukan jual-beli. Perkembangan internet memang cepat dan memberi pengaruh signifikan dalam segala aspek kehidupan kita.
Penggunaan internet tidak hanya terbatas pada pemanfaatan informasi yang dapat diakses melalui media ini, melainkan juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan transaksi perbankan. Bank di Indonesia mulai memasuki dunia maya yaitu internet banking atau yang lebih dikenal dengan E-Banking, yang merupakan bentuk layanan perbankan secara elektronik melalui media internet. E-Banking pada dasarnya merupakan suatu kontak transaksi perbankan antara pihak bank dan nasabah dengan menggunakan media internet.
Jenis-Jenis E-Banking :
  1. Automated Teller Machine (ATM). Terminal elektronik yang disediakan lembaga keuangan atau perusahaan lainnya yang membolehkan nasabah untuk melakukan penarikan tunai dari rekening simpanannya di bank, melakukan setoran, cek saldo, atau pemindahan dana.
  2. Computer Banking. Layanan bank yang bisa diakses oleh nasabah melalui koneksi internet ke pusat data bank, untuk melakukan beberapa layanan perbankan, menerima dan membayar tagihan, dan lain-lain.
  3. Debit (or check) Card. Kartu yang digunakan pada ATM atau terminal point-of-sale (POS) yang memungkinkan pelanggan memperoleh dana yang langsung didebet (diambil) dari rekening banknya.
  4. Direct Deposit. Salah satu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh organisasi (misalnya pemberi kerja atau instansi pemerintah) yang membayar sejumlah dana (misalnya gaji atau pensiun) melalui transfer elektronik. Dana ditransfer langsung ke setiap rekening nasabah.
  5. Direct Payment (also electronic bill payment). Salah satu bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk membayar tagihan melalui transfer dana elektronik. Dana tersebut secara elektronik ditransfer dari rekening nasabah ke rekening kreditor. Direct payment berbeda dari preauthorized debit dalam hal ini, nasabah harus menginisiasi setiap transaksi direct payment.
  6.  Direct Payment (also electronic bill payment). Bentuk pembayaran tagihan yang disampaikan atau diinformasikan ke nasabah atau pelanggan secara online, misalnya melalui email atau catatan dalam rekening bank. Setelah penyampaian tagihan tersebut, pelanggan boleh membayar tagihan tersebut secara online juga. Pembayaran tersebut secara elektronik akan mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut.
  7. Electronic Check Conversion. Proses konversi informasi yang tertuang dalam cek (nomor rekening, jumlah transaksi, dll) ke dalam format elektronik agar bisa dilakukan pemindahan dana elektronik atau proses lebih lanjut.
  8. Electronic Fund Transfer (EFT). Perpindahan “uang” atau “pinjaman” dari satu rekening ke rekening lainnya melalui media elektronik.
  9. Payroll Card. Salah satu tipe “stored-value card” yang diterbitkan oelh pemberi kerja sebagai pengganti cek yang memungkinkan pegawainya mengakses pembayaraannya pada terminal ATM atau Point of Sales. Pemberi kerja menambahkan nilai pembayaran pegawai ke kartu tersebut secara elektronik.
  10. Preauthorized Debit (or automatic bill payment). Bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk mengotorisasi pembayaran rutin otomatis yang diambil dari rekening banknya pada tanggal-tangal tertentu dan biasanya dengan jumlah pembayaran tertentu (misalnya pembayaran listrik, tagihan telpon, dll). Dana secara elektronik ditransfer dari rekening pelanggan ke rekening kreditor (misalnya PLN atau PT Telkom).
  11. Prepaid Card. Salah satu tipe Stored-Value Card yang menyimpan nilai moneter di dalamnya dan sebelumnya pelanggan sudah membayar nilai tadi ke penerbit kartu.
  12. Smart Card. Salah satu tipe stored-value card yang di dalamnya tertanam satu atau lebih chips atau microprocessors sehingga bisa menyimpan data, melakukan perhitungan, atau melakukan proses untuk tujuan khusus (misalnya validasi PIN, otorisasi pembelian, verifikasi saldo rekening, dan menyimpan data pribadi). Kartu ini bisa digunakan pada sistem terbuka (misalnya untuk pembayaran transportasi publik) atau sistem tertutup (misalnya MasterCard atau Visa networks).
  13. Stored-Value Card. Kartu yang di dalamnya tersimpan sejumlah nilai moneter, yang diisi melalui pembayaran sebelumnya oleh pelanggan atau melalui simpanan yang diberikan oleh pemberi kerja atau perusahaan lain.
Prinsip Penerapan E-Banking dan M-Banking :
Electronic Banking (e-banking) merupakan suatu aktifitas layanan perbankan yang menggabungkan antara sistem informasi dan teknologi, e-banking meliputi phone banking, mobile banking, dan internet banking. E-banking didefinisikan sebagai penghantaran otomatis jasa dan produk bank secara langsung kepada nasabah melalui elektronik, saluran komunikasi interaktif.
E-Banking meliputi sistem yang memungkinkan nasabah bank, baik individu ataupun bisnis, untuk mengakses rekening, melakukan transaksi bisnis, atau mendapatkan informasi produk dan jasa bank melalui jaringan pribadi atau publik, termasuk internet. Nasabah dapat mengakses e-banking melalui piranti pintar elektronis seperti komputer/PC, PDA, ATM, atau telepon.
Contoh-contoh E-Banking yang diterapkan di dalam sebuah bank adalah :
  • ATM, Automated Teller Machine atau Anjungan Tunai Mandiri
Ini adalah saluran e-Banking paling populer yang kita kenal. Setiap kita pasti mempunyai kartu ATM dan menggunakan fasilitas ATM. Fitur tradisional ATM adalah untuk mengetahui informasi saldo dan melakukan penarikan tunai. Dalam perkembangannya, fitur semakin bertambah yang memungkinkan untuk melakukan pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (voucher dan tiket), dan yang terkini transfer ke bank lain (dalam satu switching jaringan ATM). Selain bertransaksi melalui mesin ATM, kartu ATM dapat pula digunakan untuk berbelanja di tempat perbelanjaan, berfungsi sebagai kartu debit. Bila kita mengenal ATM sebagai mesin untuk mengambil uang, belakangan muncul pula ATM yang dapat menerima setoran uang, yang dikenal pula sebagai Cash Deposit Machine/CDM. Layaklah bila ATM disebut sebagai mesin sejuta umat dan segala bisa, karena ragam fitur dan kemudahan penggunaannya.
  • Phone Banking
Ini adalah saluran yang memungkinkan nasabah untuk melakukan transaksi dengan bank via telepon. Pada awalnya lazim diakses melalui telepon rumah, namun seiring dengan makin populernya telepon genggam/HP, maka tersedia pula nomor akses khusus via HP bertarif panggilan flat dari manapun nasabah berada. Pada awalnya, layanan Phone Banking hanya bersifat informasi yaitu untuk informasi jasa/produk bank dan informasi saldo rekening serta dilayani oleh Customer Service Operator/CSO. Namun profilnya kemudian berkembang untuk transaksi pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (a.l. voucher dan tiket), dan transfer ke bank lain; serta dilayani oleh Interactive Voice Response (IVR). Fasilitas ini boleh dibilang lebih praktis ketimbang ATM untuk transaksi non tunai, karena cukup menggunakan telepon/HP di manapun kita berada, kita bisa melakukan berbagai transaksi, termasuk transfer ke bank lain.
  • Internet Banking
Ini termasuk saluran teranyar e-Banking yang memungkinkan nasabah melakukan transaksi via internet dengan menggunakan komputer/PC atau PDA. Fitur transaksi yang dapat dilakukan sama dengan Phone Banking yaitu informasi jasa/produk bank, informasi saldo rekening, transaksi pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (voucher dan tiket), dan transfer ke bank lain. Kelebihan dari saluran ini adalah kenyamanan bertransaksi dengan tampilan menu dan informasi secara lengkap tertampang di layar komputer/PC atau PDA.
  • SMS/m-Banking
Saluran ini pada dasarnya evolusi lebih lanjut dari Phone Banking, yang memungkinkan nasabah untuk bertransaksi via HP dengan perintah SMS. Fitur transaksi yang dapat dilakukan yaitu informasi saldo rekening, pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), dan pembelian voucher. Untuk transaksi lainnya pada dasarnya dapat pula dilakukan, namun tergantung pada akses yang dapat diberikan bank. Saluran ini sebenarnya termasuk praktis namun dalam prakteknya agak merepotkan karena nasabah harus menghapal kode-kode transaksi dalam pengetikan sms.
Di balik kemudahan e-Banking tersimpan pula risiko, untuk itu diperlukan pengaman yang baik. Lazimnya untuk ATM, nasabah diberikan kartu ATM dan kode rahasia pribadi (PIN); sedangkan untuk Phone Banking, Internet Banking, dan SMS/m-Banking, nasabah diberikan kode pengenal (userid) dan PIN. Sebagai pengaman tambahan untuk internet banking, pada bank tertentu diberikan piranti tambahan untuk mengeluarkan PIN acak/random. Sedangkan untuk SMS Banking, nasabah diminta untuk meregistrasikan nomor HP yang digunakan.
Dengan beragamnya kemudahan transaksi via e-Banking, kini pilihan ada di tangan kita untuk memanfaatkannya atau tidak. Namun mengingat tidak semua bank menyediakan layanan-layanan tersebut, maka seberapa pintarkah bank kita? Untuk dapat bertransaksi pintar, kini saatnya memilih bank pintar kita, tentunya sesuai kebutuhan transaksi.
Internasional Elektronik Fund Transfer :
Electronic Funds Transfer Systems (EFTS) sudah menjadi metode utama yang melibatkan pembayaran dana dalam jumlah besar yang dilakukan lembaga keuangan dan nasabah bisnisnya. EFT didefinisikan sebagai pemindahan dana yang diawali dari terminal elektronik, instrument telpon, computer, atau magnetic tape untuk memesan, memerintahkan, atau memberikan kewenangan kepada lembaga keuangan untuk mendebet atau mengkredit rekening.  Kemampuan lembaga keuangan untuk menyediakan jasa-jasa tersebut seiring dengan perkembangan teknologi computer dan teknologi komunikasi data.


Sumber : http://delvmi.wordpress.com/2012/06/15/sistem-perbankan-elektronik/

Sistem kliring dan pemindahan dana elektronik di indonesia


Di era tahun 1990-an sempat beredar isu ada satu bank swasta nasional yang diberitakan mengalami kalah kliring besar. Dan kondisi panik pun menerpa masyarakat khususnya mereka yang memiliki dana di bank tersebut. Untunglah ada tulisan di sebuah media massa nasional yang menegaskan bahwa kalah kliring dalam aktifitas perbankan itu sesuatu yang biasa. Bisa saja di satu hari sebuah bank mengalami kalah kliring besar, tapi keesokan harinya justru mengalami kondisi sebaliknya. Kepanikan nasabahpun mereda. Lalu apa yang dimaksud dengan kalah kliring ?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, arti kliring adalah pertukaran warkat (bisa berupa cek, giro/bilyet, nota debet/kredit dan lainnya) atau data keuangan elektronik antar peserta (bank) kliring baik atas nama peserta (bank) maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Jadi, jika ada peserta (bank) kliring yang mengalami kalah kliring itu artinya bank tersebut mendapat banyak kewajiban pembayaran ke sejumlah peserta (bank) kliring lainnya yang tak sebanding dengan hak (tagihan) pembayaran pada satu hari kerja kliring.
Sistem kliring yang dilaksanakan BI saat ini sudah dapat berlangsung secara nasional melalui Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI). Maksudnya, proses kliring baik kliring debet maupun kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Selain itu ada tiga sistem kliring lain yang lazim dikenal, yakni Sistem manual, Sistem Semi Otomasi, dan Sistem Otomasi. Kliring manual adalah penyelenggaraan kliring lokal yang dalam perhitungan, pembuatan bilyet saldo kliring serta pemilihan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta kliring. Perhitungan kliring didasarkan pada warkat yang dikliringkan oleh peserta kliring.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
Penyelenggara
SKNBI diselenggarakan oleh:
Penyelenggara Kliring Nasional (PKN), yaitu Unit Kerja di Kantor Pusat Bank Indonesia yang bertugas mengelola dan menyelenggarakan SKNBI secara nasional.
Penyelenggara Kliring Lokal (PKL), yaitu unit kerja di Bank Indonesia dan Bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia untuk mengelola dan menyelenggarakan SKNBI di suatu wilayah kliring tertentu.
Peserta
Setiap Bank dapat menjadi peserta dalam penyelenggaraan SKNBI di suatu wilayah kliring, kecuali BPR (Bank Perkreditan Rakyat), Kantor Bank yang akan menjadi peserta wajib menyediakan perangkat kliring, antara lain meliputi perangkat Terminal Pusat Kliring dan jaringan komunikasi data baik main maupun back up untuk menjamin kelancaran kepada nasabah dalam bertransaksi.
Proses Kliring
Proses penyelenggaraan SKNBI terdiri dari 2 (dua) sub sistem, yaitu :
Kliring Debet
Meliputi kegiatan kliring penyerahan dan kliring pengembalian, digunakan untuk transfer debet antar Bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet (cek, bilyet giro, nota debet dan lain-lain).
Penyelenggaan kliring debet dilakukan secara lokal di setiap wilayah kliring oleh Penyelenggara Kliring Lokal (PKL).
PKL akan melakukan perhitungan kliring debet berdasarkan Data Keuangan Elektronik (DKE) debet yang dikirim oleh peserta.
Hasil perhitungan kliring debet secara lokal tersebut selanjutnya dikirim ke Sistem Sentral Kliring (SSK) untuk diperhitungkan secara nasional oleh Penyelenggara Kliring Nasional (PKN).
Kliring Kredit
Digunakan untuk transfer kredit antar bank tanpa disertai penyampaian fisik warkat (paperless).
Penyelenggaraan kliring kredit dilakukan secara nasional oleh Penyelenggara Kliring Nasional.
Perhitungan kliring kredit dilakukan oleh Penyelenggara Kliring Nasional atas dasar Data Keuangan Elektronik kredit yang dikirim peserta.
Batasan Nominal
Nilai nominal warkat debet tidak dibatasi kecuali untuk warkat debet yang berupa nota debet, yaitu setinggi-tingginya Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per nota debet. Pembatasan nilai nominal pada nota debet tidak berlaku apabila nota debet diterbitkan oleh Bank Indonesia dan ditujukan kepada bank atau nasabah bank.
Khusus untuk transfer kredit, nilai transaksi yang dapat diproses melalui kliring dibatasi di bawah Rp100.000.000,00 sedangkan untuk nilai transaksi Rp100.000.000,00 ke atas harus dilakukan melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS).
Jadwal Kliring
Pengiriman transfer/data keuangan elektronik kredit pada siklus pertama dilakukan mulai pukul 08.15 WIB s.d. 11.30 WIB sedangkan pengiriman transfer/data keuangan elektronik kredit pada siklus kedua dilakukan mulai pukul 12.45 WIB s.d. 15.30 WIB. Untuk kliring debet pengiriman warkat/data keuangan elektronik debet ditetapkan oleh masing-masing PKL dengan batas maksimal pengiriman hasil perhitungan kliring lokal ke PKN pada pukul 15.30 WIB.
Jadwal kliring di atas adalah pada level bank, sedangkan pada level nasabah dilakukan lebih awal sesuai dengan jadwal yang ditetapkan masing-masing bank.

Biaya Kliring
Bank wajib mencantumkan biaya kliring, baik biaya yang dikenakan BI kepada bank maupun biaya yang dikenakan bank kepada nasabah pada lokasi yang dapat dibaca dengan jelas oleh nasabah/masyarakat.
Besarnya biaya kliring yang dikenakan Bank kepada nasabah/masyarakat sesuai dengan ketentuan intern masing-masing bank.

sumber : http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Edukasi/Sistem+Pembayaran/edukasisp2.htm

http://nuryazidi.wordpress.com/2008/09/15/sistem-kliring-nasional-bank-indonesia-sknbi/